Oleh :
Gatot Santoso*
Virus RNA mempunyai peranan yang sangat penting dalam menimbulkan penyakit pada manusia di dunia (emerging human diseases). Salah satu penyebabnya adalah kemampuan virus untuk berkembang dengan cepat dan beradaptasi dengan spesies baru dari host. Dengan demikian dapat memperluas jangkauan infeksi, termasuk manusia (penyakit zoonosis baru). Perubahan lingkungan dan sosial berkontribusi untuk menyediakan ekologi baru dan dapat mempercepat terbentuknya varian virus baru. Kelompok virus ini merupakan salah satu agen penyebab rabies.
Rabies adalah penyakit yang sangat kompleks, sebagian karena distribusi yang luas secara global, jumlah varian virus dan host yang beragam, tingkat kematian kasus yang tinggi dan keberadaannya mempunyai pengaruh terhadap kesehatan hewan dan manusia. Rabies terjadi di Afrika, Amerika, Australia, Eropa Timur dan Asia. Penyebaran penyakit ini dari daerah kutub ke lintang beriklim sedang, dan endemik di daerah tropis. Agen etiologi adalah virus RNA dari genus Lyssavirus. Meskipun host alami rentan mencakup semua mamalia, penyakit ini ditularkan oleh karnivora domestik dan liar, dan oleh banyak spesies kelelawar, yang semua bertindak sebagai reservoir untuk sebelas spesies Lyssavirus.
Manusia terinfeksi setelah terkena virus yang terdapat pada air liur atau jaringan dari hewan terinfeksi rabies, dan biasanya melalui gigitan, masuk melalui luka terbuka atau kontaminasi pada selaput lendir. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini dan rabies hampir selalu menyebabkan kematian setelah timbulnya gejala klinis.
Tujuan utama dari pengendalian rabies adalah pencegahan kematian manusia. Selama berabad-abad, kontrol rabies pada host reservoir merupakan unsur penting dalam mengukur angka kematian manusia. Pencegahan dengan vaksinasi pada hewan dan eliminasi dilakukan oleh negara-negara berkembang, hal ini karena anjing liar bertanggung jawab untuk sebagian besar (99,9%) dari semua kasus kematian pada manusia.
Program pencegahan dan pengendalian yang kurang efektif di negara-negara berkembang menyebabkan puluhan ribu kematian pada manusia setiap tahun. Di negara-negara endemik rabies, anjing merupakan masalah kesehatan masyarakat dan ancaman bagi daerah bebas rabies melalui pergerakan atau lalu lintas hewan seperti yang terjadi di Bali, di mana pada tahun 2008 Bali terjangkit rabies. Rabies masih membunuh satu orang setiap menit, dengan kejadian tertinggi kematian pada manusia terjadi di Afrika dan Asia dan sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak kurang dari 15 tahun. Pencegahan dan pengendalian rabies tidak efektif di sebagian besar negara berkembang telah didorong oleh kurangnya kesadaran tentang dampak penyakit dan kurang nya perhatian dan sikap institusi dalam pengendalian penyakit rabies.
Dari perspektif kesehatan masyarakat, rabies tetap menjadi "diabaikan (neglected zoonosis)" terutama karena terjadi di lapisan masyarakat bawah dimana kemiskinan dan perawatan kesehatan untuk manusia dan hewan tidak terjamin secara baik. Rabies terutama mempengaruhi segmen dari populasi, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan daerah pedesaan dengan akses yang cukup terbatas. Sehingga untuk menyelamatkan jiwa dan melakukan intervensi serta pelayanan kesehatan untuk pengendalian mengalami kesulitan. Komunitas ini memiliki suara politik kecil, oleh karena itu dampak adanya kebijakan kesehatan yang ada menjadi terbatas.
Selain itu, dari perspektif kesehatan hewan, terutama spesies yang terlibat dalam penularan rabies (anjing domestik) dan transmisi ke manusia di daerah endemik rabies sering diabaikan oleh institusi pelayanan kesehatan hewan dan sektor kesehatan masyarakat . Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sebagian besar dari populasi anjing tidak dibatasi atau semirestricted dan tidak di bawah kontrol langsung dari pemiliknya. Istilah ini mencakup anjing yang berkeliaran bebas dilingkungan baik ada pemiliknya ataupun tidak dan tidak membedakan apakah anjing memiliki "pemilik" atau "tidak".
Anjing tidak termasuk dalam sistem perawatan kesehatan konvensional dibandingkan dengan spesies lain yang diakui sebagai vektor penyakit (misalnya, vektor serangga penular penyakit malaria atau demam berdarah) yang dikendalikan sebagai bagian dari program pengendalian kesehatan masyarakat. Anjing tidak seperti hewan ternak, karena bukan komoditas ekonomi yang diakui. Akibatnya, di banyak negara yang terkena rabies, pelayanan kedokteran hewan dan dokter hewan swasta tidak memiliki keinginan untuk memprioritaskan dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mengendalikan penyakit ini.
Ketika kita bertanya siapa yang bertanggung jawab untuk pengendalian rabies, masalah menjadi semakin kompleks. Tidak ada satu institusi, lembaga, atau negara dapat menanggung tanggung jawab untuk pencegahan dan pengendalian rabies yang efektif. Sebaliknya, rabies adalah penyakit "lintas batas" dan kerjasama lintas sektoral dibutuhkan untuk pencegahan dan pengendalian yang efektif.
Dalam konteks "one health”, berbagai disiplin ilmu dasar yang diperlukan untuk program eliminasi rabies yang komprehensif, termasuk pengendalian hewan dan kesejahteraan hewan, diagnostik, ekologi, ekonomi, pendidikan, epidemiologi, komunikasi bidang kesehatan, antropologi, pelayanan kesehatan hewan dan manusia, virologi, dan biologi satwa liar. Pendekatan terpadu/terintegrasi sangat penting dalam pencegahan rabies pada manusia, Pengendalian penyakit pada reservoir anjing, telah banyak diakui oleh organisasi-organisasi kesehatan internasional. Proyek percontohan yang sukses adalah penting untuk menunjukkan kelayakan manfaat pengendalian/eliminasi rabies pada anjing rabies dan manfaat langsung untuk kesehatan manusia. Proyek-proyek tersebut memiliki potensi untuk mengurangi kejadian rabies secara lokal, dan bertindak sebagai katalis untuk mendorong program-program skala besar atau nasional dengan melibatkan daerah lain / negara dalam inisiatif serupa, dan terutama dapat menarik dukungan dana internasional.
Salah satu program percontohan untuk strategi pencegahan dan pengendalian rabies pada manusia melalui kontrol reservoir adalah Program Rabies Bohol yang berada di Provinsi Bohol dengan populasi manusia sebanyak 1,2 juta. .
Gambar 1. Pulau Bohol - Philippines (tanda panah)
Program ini dimulai pada tahun 2007, dan telah memobilisasi sekitar 15.000 orang termasuk pejabat pemerintah lokal, hewan dan pekerja kesehatan manusia, guru sekolah, pemimpin desa, dan sukarelawan (village-based "rabies watchers"); memperkenalkan pendidikan rabies ke kurikulum sekolah di semua sekolah dasar negeri di pulau Bohol.
Efektivitas vaksinasi anjing telah ditingkatkan dengan mengatur populasi anjing dalam program pengendalian. Tindakan yang diambil adalah mengurangi populasi anjing dan meningkatkan standar kesejahteraan hewan saat melakukan tindakan eliminasi. Dampak positif yang terukur dari program ini mencakup peningkatan kesadaran dan peningkatan kesehatan hewan serta kesehatan manusia.
Secara khusus, survei kesadaran masyarakat mengungkapkan bahwa > 94% dari penduduk setempat mendengar tentang rabies, > 61% memiliki pengetahuan tentang penularan rabies dan > 82% sadar dan mendukung Program Pengendalian Rabies Bohol. Selain itu, per Oktober 2010 di pulau Bohol tidak lagi dilaporkan kematian pada manusia dan hewan akibat rabies selama kurun waktu dua tahun.
1. Mobilisasi dan pelatihan pemimpin masyarakat untuk pelaksanaan lokal dari kebijakan nasional dalam memerangi rabies (community based).
2. Integrasi topik rabies dalam kurikulum sekolah.
3. Kampanye pendidikan.
4. Pendataan anjing dan vaksinasi serta pengendalian populasi anjing.
5. Vaksinasi pasca paparan terhadap individu yang berisiko tinggi.
6. Pendirian pusat medis untuk pengobatan luka gigitan, termasuk pelatihan staf kesehatan.
7. Surveilans penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar