Minggu, 23 Oktober 2011

KERJASAMA LINTAS SEKTORAL YANG TERINTEGRASI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN INDONESIA BEBAS RABIES


Rabies adalah penyakit hewan yang tertua di dunia dan bersifat zoonosis.  Rabies merupakan penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus. Bahaya rabies berupa kematian dan gangguan ketentraman hidup masyarakat. Pada hewan seperti anjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau menggigit manusia. Kasus penyakit ini pada hewan maupun manusia selalu diakhiri dengan kematian.  Akibatnya penyakit ini selalu menimbulkan rasa takut, kekhawatiran serta keresahan yang mengganggu ketentraman batin masyarakat.
            Kewaspadaan terhadap penyebaran rabies tetap terus dilakukan untuk mempertahankan status bebas dari suatu daerah melalui salah satu diantaranya dengan pengawasan lalu lintas yang ketat terhadap anjing dan Hewan Penular Rabies (HPR) lainnya.  Mengingat bahaya dan keganasan rabies tidak hanya terhadap kesehatan dan ketentraman hidup masyarakat tetapi dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi para peternak, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan perlu dilaksanakan seintensif mungkin.
Di Indonesia kasus pernah dilaporkan di Bali pada 1 Desember 2008, dan oleh Menteri Pertanian Bali ditetapkan sebagai daerah wabah rabies.  Kejadian rabies pada anjing pernah juga dilaporkan pada bulan Agustus 2010 di Pulau Larat Maluku Tenggara Barat.  Daerah di Indonesia yang masih bebas rabies antara lain Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya Barat, Papua, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan beberapa pulau kecil di Sumatra.  Pulau Jawa bebas karena pengendalian yang dilakukan secara vaksinasi.
Data tahun 2011 menginformasikan kasus kematian akibat rabies berjumlah 38 kasus, terdiri dari Sumatra Barat : 4 kasus, Sumatra Utara : 9 kasus, Bali : 12 kasus, NTT : 1 kasus, Sulawesi Tengah : 7 kasus dan Maluku : 5 kasus.   Pulau Nias yang sebelumnya merupakan daerah bebas historis pada Februari 2010 di Kota Gunung Sitoli menjadi tertular rabies dan menyebar sampai ke Kabupaten/Kota yang ada di Pulau Nias (Dirjen PP dan PL 2011).   
Indonesia merupakan negara berkembang dimana banyak kasus kejadian rabies pada manusia terjadi di daerah terpencil dan jauh dari sarana prasarana dan pelayanan kesehatan yang baik. Dari perspektif kesehatan masyarakat, rabies tetap menjadi "diabaikan (neglected zoonosis)" terutama karena terjadi di lapisan masyarakat bawah dimana kemiskinan dan perawatan kesehatan untuk manusia dan hewan tidak terjamin secara baik.  Rabies terutama mempengaruhi segmen dari populasi, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan daerah pedesaan dengan akses yang cukup terbatas. Sehingga untuk menyelamatkan jiwa dan melakukan intervensi serta pelayanan kesehatan untuk pengendalian mengalami kesulitan.  Komunitas ini juga memiliki suara politik kecil, oleh karena itu dampak adanya kebijakan kesehatan yang ada menjadi terbatas.   Sedangkan dari perspektif kesehatan hewan, terutama spesies yang terlibat dalam penularan rabies (anjing domestik) dan transmisi ke manusia di daerah endemik rabies sering diabaikan oleh institusi pelayanan kesehatan hewan dan sektor kesehatan masyarakat .  
Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sebagian besar dari populasi anjing tidak dibatasi atau semirestricted dan tidak di bawah kontrol langsung dari pemiliknya. Istilah ini mencakup anjing yang berkeliaran bebas dilingkungan baik ada pemiliknya ataupun tidak dan tidak membedakan apakah anjing memiliki "pemilik" atau "tidak".  Anjing tidak termasuk dalam sistem perawatan kesehatan konvensional dibandingkan dengan spesies lain yang diakui sebagai vektor penyakit (misalnya, vektor serangga penular penyakit malaria atau demam berdarah) yang dikendalikan sebagai bagian dari program pengendalian kesehatan masyarakat.  Anjing tidak seperti hewan ternak, karena bukan komoditas ekonomi yang diakui.  Akibatnya, di banyak negara yang terkena rabies, pelayanan kedokteran hewan dan dokter hewan swasta tidak memiliki keinginan untuk memprioritaskan dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk mengendalikan penyakit ini.
Program pengendalian dan pemberantasan yang telah dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia masih belum efektif.  Hal ini berkaitan dengan kerjasama lintas sektoral dan kebijakan yang ada belum terpadu atau terintegrasi dengan baik disisi lain konsep yang ada sudah cukup baik.  Adanya otonomi daerah, pada kenyataannya semakin membuat program dalam rangka pembebasan rabies menjadi terhambat.  Program pencegahan dan pengendalian yang ada masih belum terlaksana dengan baik dan belum melibatkan sumber daya lokal dengan memberdayakan masyarakat yang ada.  Kesadaran masyarakat setiap tahun dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, namun sampai saat ini masih belum mengenai sasaran yang tepat.
Strategi pencegahan dan pengendalian pada negara berkembang sudah dilaporkan dan sudah banyak yang berhasil membebaskan daerahnya dari rabies.  Sebagai contoh program pengendalian yang dilakukan oleh Philippines yang telah berhasil membebaskan Pulau Bohol dari rabies.   Program ini mempunyai dasar strategi pada inisiatif berbasis masyarakat (community based), dengan fokus pada kolaborasi dengan pemerintah daerah, pemberdayaan masyarakat lokal untuk merancang, melaksanakan, dan mengelola program pengendalian rabies oleh mereka sendiri sesuai dengan program rabies nasional.  Selain itu program pengendalian rabies ini mempunyai target pendidikan yang ditujukan pada anak sekolah dan eliminasi rabies pada anjing.    
Indonesia merupakan negara kepulauan dan dapat mencontoh program pengendalian rabies pada negara berkembang yang telah berhasil membebaskan wilayahnya dari rabies seperti Philippines.  Program pengendalian rabies harus dilakukan secara bertahap sebagai contoh pulau Bali, Ambon, Nias dan beberapa daerah di Indonesia dapat mencontoh program pengendalian rabies di pulau Bohol.
Untuk mewujudkan Indonesia bebas rabies perlu dilakukan  pengendalian lalulintas hewan penular rabies dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap keluar masuk nya anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya ke daerah bebas di Indonesia.  Kegiatan pengendalian ini dilakukan oleh institusi karantina pertanian yang bertujuan untuk mencegah penularan dan penyebaran rabies lebih luas dari suatu area ke area lainnya.  Pengendalian lalulintas ini tertuang dalam Kepmentan Nomor 1096/kpts/TN.120/10/1999 dan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344b./kpts/PD.670.370/L/12/06.
Kegiatan lain yang dilakukan antara lain penelusuran, penyidikan dan surveilans rabies pada hewan dan manusia yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian.  Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengendalian rabies terus ditingkatkan yang menjadi tangung jawab semua sektor terkait.  Pengendalian dan pencegahan rabies dapat dilakukan dengan vaksinasi, eliminasi dan pengendalian populasi anjing.  Kita belajar dari kasus rabies di Bali, dimana Bali merupakan daerah bebas dan tidak diperbolehkan vaksinasi pada hewan-hewan rentan, akibatnya terjadi wabah pada tahun 2008 dan menyebabkan kasus kematian pada manusia.
Pemberdayaan masyarakat sangat penting, karena Indonesia merupakan negara dengan sosial-ekonomi, budaya, dan adat istiadat yang beragam.  Mengikutsertakan masyarakat dalam pembebasan rabies sudah dilaporkan sangat efektif.  Dibeberapa negara berkembang bahkan sudah memasukkan program pencegahan dan pengendalian rabies pada kurikulum pendidikan di sekolah dasar dimana keterlibatan anak-anak usia sekolah mempunyai  peranan yang sangat penting.  Keterlibatan institusi yang bertanggung jawab terhadap penelitian juga sangat dibutuhkan untuk studi ekologi, epidemiologi,dan perilaku pemeliharaan anjing.
Program pencegahan dan pengendalian dalam rangka pembebasan rabies di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya kerjasama lintas sektoral dan kebijakan yang terintegrasi.  Program ini harus didukung oleh pemerintah pusat, daerah, masyarakat lokal, pihak swasta dan para sukarelawan.  Program ini sangat membutuhkan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu kerjasama pemerintah pusat, daerah dan pihak ketiga sangat dibutuhkan untuk membiayai program ini agar dapat berjalan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar